Topeng
Betawi
Kesenian
teater masyarakat Betawi, yang pertunjukannya hampir sama dengan lenong dan
tumbuh di lingkungan masyarakat pinggiran Kota Jakarta. Kesenian Topeng Betawi
ini terdiri atas Topeng Blantek dan Topeng Jantuk. Pertunjukkan topeng biasanya
dimaksudkan sebagai kritik sosial atau untuk menyampaikan nasehat-nasehat
tertentu kepada masyarakat lewat banyolan-banyolan yang halus dan lucu, agar
tidak dirasakan sebagai suatu ejekan atau sindiran. Teater Topeng Betawi mulai
tumbuh pada awal abad ke-20. Karena tumbuhnya di daerah pinggiran Jakarta
sehingga dipengaruhi oleh kesenian Sunda. Saat itu masyarakat Betawi mengenal
topeng melalui pertunjukan ngamen keliling kampung.
Pada
awalnya pementasan atau pertunjukan topeng tidak menggunakan panggung tetapi
hanya tanah biasa dengan properti lampu minyak bercabang tiga dan gerobak
kostum yang diletakkan ditengah arena. Tahun 1970-an baru dilakukan di atas
panggung dengan properti sebuah meja dan dua buah kursi. Pertunjukkannya
diiringi dengan tabuhan seperti, rebab, kromong tiga, gendang besar, kulanter,
kempul, kecrek dan gong buyung. Lagu yang dimainkan lagu Sunda Gunung namun
khas daerah pinggir Jakarta seperti; Kang Aji, Enjat-enjatan, Ngelantang, atau
Lipet Gandes. Dahulu terdapat sebutan bagi pecandu-pecandu Topeng Betawi yang
ikut menari (ngibing) bersama Kembang Topeng, "buaya ngibing".
Para
pemain Topeng Betawi sebagian memakai pakaian khusus sesuai dengan peranannya
dan sebagian lainnya memakai pakaian biasa yang dipakai sehari-hari. Bagi para
pemain laki-laki unsur pakaian yang harus ada biasanya, kemeja putih, baju
hitam, kaos oblong, celana, sarung, peci atau tutup kepala, serta kedok.
Sedangkan untuk wanita unsur yang ada biasanya kain panjang atau kain batik,
kebaya, selendang, "mahkota" warna-warni yang terletak di kepala yang
biasanya disebut "kembang topeng". Selain itu ada bagian hiasan yang
disebut ampak-ampak, andung, taka-taka, selendang (ampreng) yaitu semacam lidah
pada bagian depan pinggang yang terbuat dari kain yang dihias, bagian ini
biasanya di pakai oleh Topeng Kembang atau Ronggeng Topeng sebagai primadona
tokoh yang menonjol. Sesuai dengan perannya, para pemain menggunakan pakaian
yang khas.
Pertunjukan
topeng Betawi dengan tarian lazim disebut tari topeng Betawi. Merupakan salah
satu jenis tarian tradisional masyarakat Betawi yang disebut juga Ronggeng
Topeng. Tari Topeng sendiri terdiri dari beberapa jenis tari, yaitu Tari Lipet
Gandes (merupakan sebuah tari yang dijalin dengan nyanyian, lawakan dan
kadang-kadang dengan sindiran-sindiran tajam menggigit tetapi lucu), Tari
Topeng Tunggal, Tari Enjot-enjotan, Tari Gregot, Tari Topeng Cantik, Tari
Topeng putri, Tari Topeng Ekspresi, Tari Kang Aji, dll. Pada perkembangannya,
muncul Tari Topeng kreasi baru seperri Tari Ngarojeng, Tari Dagor Amprok, dan
Tari Gitek Balen.
Alat
musik pengiring yang dipergunakan dalam pertunjukan ini adalah gendang besar,
kulanter, rebab, keromong berpencon tiga, kecrek, kempul, dan Gong Buyung. Pada
pertunjukannya, didahului dengan lagu-lagu instrumental, kemudian menyusul Tari
Kedok, yaitu Tari Ronggeng Topeng yang menggunakan tiga buah kedok secara
bergantian. Dahulu tarian ini dilakukan pada penutup acara, tetapi sekarang
dijadikan acara pertama.
Pertunjukan
kemudian dilanjutkan dengan Tari Kembang Topeng yang selanjutnya dibarengi
bodor dengan diiringi lagu Aileu, Lipet Gandes, Enjot-enjotan, dan lain
sebagainya. Kemudian dilanjutkan dengan lakon pendek yang bersifat banyolan. DI
antara banyolan-banyolan ini terdapat cerita Bapak Jantuk. Lakon-lakon pendek
ini antara lain Benguk, Pucung, Lurah Karsih, Mursidin dari Pondok Pinang,
Samiun Buang Anak, Murtasik, dsb. Pada perkembangan selanjutnya
rombongan topeng juga membawakan lakon panjang untuk dimainkan semalam suntuk. Lakon panjang ini antara lain Jurjana, Dul Salam, Lurah Barni dari Rawa Katong, Asan Usin, Lurah Murja, Rojali AnemerKodok, Waru Doyong, Daan Dain, Kucing Item, Aki-aki Ganjen, dsb. Sebelum memulai pertunjukan Topeng, biasanya didahului dengan pembakaran kemenyan dan disediakan sesajen lengkap yang terdiri dari beras, kelapa muda, berbagai minuman, rujak tujuh macam,
panggang ayam, telur ayam mentah, nasi dengan lauk-pauk, dan cerutu atau rokok
rombongan topeng juga membawakan lakon panjang untuk dimainkan semalam suntuk. Lakon panjang ini antara lain Jurjana, Dul Salam, Lurah Barni dari Rawa Katong, Asan Usin, Lurah Murja, Rojali AnemerKodok, Waru Doyong, Daan Dain, Kucing Item, Aki-aki Ganjen, dsb. Sebelum memulai pertunjukan Topeng, biasanya didahului dengan pembakaran kemenyan dan disediakan sesajen lengkap yang terdiri dari beras, kelapa muda, berbagai minuman, rujak tujuh macam,
panggang ayam, telur ayam mentah, nasi dengan lauk-pauk, dan cerutu atau rokok
Topeng Babakan
Bentuk tarian Rakyat Betawi yang kini sudah mulai lenyap. Julianti
Parani sebagai koreografer bentuk ini mengolah dari bentuk yang sekarang
disertai penggarapan bam sambil berusaha mengembalikan ke bentuk asalnya.
Pendukung karya ini adalah Perkumpulan Topeng Betawi Setia Warga, mahasiswal
seniman LPKJ dan Gmp Nritya Sundara, ditampilkan dalam rangka Cipta Karya Tari
LPKJ. Kemudian Endo Suanda membuat jenis tarian ini kembali dalam bentuk yang
berbeda dari yang sebelumnya.
Topeng
Babakan, eksistensinya diangkat lagi oleh group Nritya Sundara
Tari
Topeng Tunggal
Tari topeng tunggal adalah tarian
yang berasal dari Betawi. Tarian ini berisi tentang tiga karakter berbeda yang
berada dalam satu tubuh. alat tambahan yang dibutuhkan dalam tarian ini adalah
sapu tangan dan tiga topeng berbeda (topeng putih, pink, dan merah):
- Sapu tangan: dalam tarian ini berguna untuk menutupi topeng yang akan kita kenakan nanti, jadi penonton tidak boleh tau sebelumnya. sapu tangan yang dipakai adalah sapu tangan kain berwarna merah yang kira-kira ukurannya sebesar satu petak ubin. mengapa merah? karena nantinya saat topeng terakhir di ambil, sapu tangan tidak lagi akan berguna untuk menutupi topeng karena kedua topeng lainnya akan ditaruh secara blak-blakan setelah dipakai. nah, sapu tangan ini nantinya akan berguna untuk mendalami karakter topeng merah saat di akhir.
- Topeng putih: topeng putih merupakan topeng yang teranggun. karakter dari topeng ini adalah seperti karakter wanita pada umumnya: cantik, lembut, centil, perasa dan gemulai.
- Topeng pink: kalau topeng putih kita ibaratkan sebagai wanita, maka topeng pink adalah bencongnya. karakternya mulai berubah sedikit keras, sedikit gagah, mulai energik, mulai ingin memberontak.
- Topeng merah: seperti yang lainnya, berarti topeng merah kita ibaratkan sebagai laki-laki yang gagah, pemberani, ber-power, dan garang.
jadi di awal tarian posisi kita
adalah mende' sambil memegang tiga topeng yang telah ditutupi di dalam sapu
tangan merah di tangan. urutan tumpukan topeng dari bawah adalah topeng merah,
pink, baru putih. jadi otomatis yang akan kita pakai dan kita perankan pertama
kali adalah topeng teratas yaitu topeng putih. sebelumnya tiga topeng ditaruh
dilantai, barulah topeng putih dipakai. saat menarikan topeng putih kita harus
benar-benar menjiwai karakter wanita anggun dan centil. bentuk tubuh harus
benar-benar doyong, sehingga karakter betawinya terasa kental.
setelah topeng putih dilepas, di
letakkan secara terbuka di sebelah kanan dua topeng yang masih tertutup.lalu
mulai diambil dan dipakai topeng pink. seperti karakternya, kita membawa tarian
ini masih dengan sisi 'cewek' tapi sudah tidak lagi gemulai.
topeng pink dilepas dan ditaruh di
sebelah kiri. lalu kita ambil topeng merah bersama dengan sapu tangannya.
karakter seorang yang gagah luar biasa akan kita perankan di sini. powernya
akan benar2 terlihat. NAH, di sini nih,
susahnya!
coba dong bayangin, kalian udah nari
dua karakter sebelumnya dengan keringat bercucuran, dan di akhir tarian justru
malah klimaksnya. jadi kalian nggak boleh kekurangan power untuk bisa dapet
feel-nya. apalagi kalian menari di dalam topeng, jadi agak susah bernafas.
saran gue adalah: banyak2 olahraga untuk melatih stamina supaya bisa maksimal.
tarian ini emang nggak semenarik
'lenggang nyai' atau 'nandak ganjen', makanya gue nggak nyaranin tarian ini
dipake buat ngisi acara. karena nggak terlalu menarik ditonton, tapi kita harus
mengeluarkan energi lebih.
tapi lihat kan? tarian ini susah! bukan cuma dari sisi wiraga nya yang harus bagus bentuk badan dan tekniknya, dan bukan cuma dari sisi wirama juga yang sulit di identifikasi bunyibunyiannya. tapi juga dari sisi wirasa karena kita harus bisa memerankan ketiga karakter sekaligus. dan kita tidak menumpahkan karakter itu dalam ekspresi wajah, karena wajah kita akan tertutup oleh topeng. jadi kita akan menumpahkannya dalam gerak.
oh iya berhubung topeng2 gue ada di
sanggar, jadi gue nggak bisa kasih foto2nya. tapi gue search di google, dan
kurang lebih fotonya sama kayak punya gue
PS: buat yang nggak tau gimana cara make topengnya, topeng itu kita gigit! jadi di belakang topeng itu, di sekitar bagian bibirnya kita pasang sesuatu yang bisa kita gigit seperti misalnya busa atau bisa juga potongan ikat pinggang. pokoknya yang empuk dan nyaman buat digigit. jadi saran gue, jangan pinjemin topeng kalian sama orang lain. kebayang dong kenapa?
Topeng
Blantek Kesenian Betawi
Sebagai suku
asli di Jakarta, Betawi sangat kaya akan seni dan budaya. Namun, tidak semua
kesenian Betawi dikenal masyarakat secara luas, termasuk seni topeng blantek.
Padahal, jauh sebelum kesenian tradisional Betawi seperti gambang kromong,
lenong dan lain sebagainya dikenal masyarakat, topeng blantek sudah lebih dulu
hadir di tengah-tengah masyarakat Betawi.
Soal asal-usul nama kesenian ini berasal dari dua suku kata, yaitu topeng dan blantek. Istilah topeng berasal dari bahasa Cina di zaman Dinasti Ming. Topeng asal kata dari to dan peng. To artinya sandi dan peng artinya wara. Jadi topeng itu bila dijabarkan berarti sandiwara. Sedangkan untuk kata blantek ada beberapa pendapat. Ada yang mengatakan berasal dari bunyi-bunyian musik yang mengiringinya. Yaitu satu rebana biang, dua rebana anak dan satu kecrek yang menghasilkan bunyi, blang blang crek. Namun, karena lidah lokal ingin enaknya saja dalam penyebutan maka munculah istilah blantek.
Soal asal-usul nama kesenian ini berasal dari dua suku kata, yaitu topeng dan blantek. Istilah topeng berasal dari bahasa Cina di zaman Dinasti Ming. Topeng asal kata dari to dan peng. To artinya sandi dan peng artinya wara. Jadi topeng itu bila dijabarkan berarti sandiwara. Sedangkan untuk kata blantek ada beberapa pendapat. Ada yang mengatakan berasal dari bunyi-bunyian musik yang mengiringinya. Yaitu satu rebana biang, dua rebana anak dan satu kecrek yang menghasilkan bunyi, blang blang crek. Namun, karena lidah lokal ingin enaknya saja dalam penyebutan maka munculah istilah blantek.
Pendapat lainnya mengatakan, asal nama blantek berasal dari Inggris, yaitu blindtexs, yang berarti buta naskah. Marhasan (55), tokoh pelestari topeng blantek mengatakan, permainan blantek dahulu kala tidak memakai naskah dan sutradara hanya memberikan gagasan-gagasan garis besar cerita yang akan dimainkan.
Ciri dari kesenian topeng blantek yaitu terdapat tiga buah sundung (kayu yang dirangkai berbentuk segi tiga yang biasa digunakan untuk memikul sayuran, rumput dan lain sebagainya). Yaitu satu sundung berukuran besar dan dua berukuran kecil yang diletakkan di pentas sebagai pembatas para pemain yang sedang berlakon dengan panjak dan musik juga dengan para pemain lain yang belum dapat giliran berlakon. Kemudian perangkat lainnya berupa obor yang diletakkan di tengah pentas.
Namun, di tengah modernisasi zaman kesenian yang dulu dikenal di kalangan rakyat jelata tersebut saat ini kondisinya hampir punah. Bahkan, keberadaan seniman dan sanggar tari topeng blantek boleh dikatakan hidup segan mati tak mau.
“Sebenarnya kalau masyarakat ingin tahu sejarah kesenian topeng blantek, boleh dikatakan cikal bakal kesenian tradisional Betawi saat ini seperti gambang kromong, samrah, lenong dan lain sebagaianya berawal dari topeng blantek. Tapi, minimnya dukungan pemerintah dan sepinya job membuat kesenian topeng blantek nyaris tak populer,” ungkap Marhasan yang juga pimpinan Topeng Blantek Pangker Group, Kamis (16/6).
Ia mengakui, sejak adanya kesenian-kesenian tradisional Betawi lainnya seperti lenong, topeng Betawi, samrah, gambang kromong dan lain sebagainya, kesenian topeng blantek makin surut pamornya dan akhirnya hilang sama sekali.
Saking lamanya kehadiran topeng blantek Marhasan tidak tahu kapan kesenian rakyat itu ada. Marhasan yang sejak 1972 malang melintang di Teater Maki-Maki pimpinan Patrick Usman, Sanggar si Barkah dan lainnya hingga 1982 bersama almarhum Usman juga turut mendirikan sanggar Topeng Blantek Pangker Group karena kecintaannya pada kesenian asli Betawi tersebut.
Menurutnya, kesenian topeng blantek sempat bangkit pada 1972 saat seorang tokoh kesenian bernama Ras Barkah dengan sanggarnya yang dinamakan si Barkah melakukan pengembangan kesenian topeng blantek ke bentuk yang lebih sempurna, namun tidak meninggalkan keasliannya.
Diakui Marhasan saat era Ras Barkah kesenian topeng blantek sempat tumbuh subur hingga ada 25 sanggar dengan rincian, Jakarta Barat 10, Jakarta Utara 3, Jakarta Timur 5, Jakarta Pusat 3, dan Jakarta Selatan 4 sanggar.
Sebelum nama topeng blantek nyaris tak terdengar seperti saat ini, kesenian ini sempat mencapai klimaksnya dengan digelarnya festival pada 26-31 Mei 1994 selama lima hari berturut-turut atas kerja sama Dinas Kebudayaan DKI Jakarta dengan Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) dan yayasan Seni Budaya Jakarta. Saat itu, festival diikuti 13 sanggar.
Namun sepeninggal Ras Barkah pada 2007, upaya melestarikan topeng blantek mulai terkendala modal dan sulitnya mencari generasi penerus dan diperparah dengan tak adanya perhatian dari pemerintah untuk turut melestarikan kesenian topeng blantek. Akibatnya, satu-persatu sanggar-sanggar tersebut berguguran. Hingga saat ini untuk wilayah Jakarta Barat saja hanya tersisa empat sanggar.
“Dari empat sanggar tersebut dua sanggar boleh dibilang hidup segan mati tak mau. Sebab anggotanya sudah tak tahu ke mana rimbanya,” tutur Marhasan.
Nasib yang tidak jauh berbeda juga saat ini dialami sanggar yang dipimpinnya yang bermarkas di Jalan Pangkalan Kramat, RT 01/10, Kelurahan Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, yang beranggotakan 30 orang.
Tak adanya modal membuat sanggarnya kesulitan membeli perangkat alat musik baru untuk menggantikan alat yang lama hasil pemberian Sudin Kebudayaan Jakarta Barat. Ditambah kurangnya minat generasi muda, khususnya keturunan Betawi untuk melestarikan budayanya praktis membuat sanggarnya sepi job.
“Bayangkan karena tak adanya uang dan fasilitas, untuk latihan saja kami terpaksa latihan di teras rumah salah satu anggota atau meminjam halaman sekolah,” tandasnya.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar